Kamis, 02 Maret 2023

Ukraina Menggunakan Senjata Jarak Jauh untuk Pertama Kalinya dalam Perang

 Ukraina mungkin baru saja menggunakan senjata jarak jauh untuk pertama kalinya dalam perang


Serangan di Mariupol terjadi dari tanggal 21 hingga 23 Februari dan pertama kali dilaporkan oleh seorang penasihat walikota Ukraina, Petro Andriushchenko.



"Dua di antaranya menghantam wilayah tertutup Ilyich Iron and Steel Works di area koloni penjara," tulis Andriushchenko dalam sebuah unggahan di saluran Telegram resminya.




"Angkatan Bersenjata Ukraina dengan ketepatan operasi menghantam basis-basis penjajah," lanjut Andriushchenko menurut terjemahan yang diberikan oleh para jurnalis dari CNN.




"Rusia telah menerbangkan pesawat di atas Mariupol lagi. Kemarin tidak membantu, jadi mereka berharap hari ini akan berbeda," tambah Andriushchenko.





Menurut Stefan Korshk dari The Kyiv Post, para blogger militer di dunia maya Rusia juga secara aktif melaporkan serangan-serangan dahsyat dan membingungkan di Mariupol.





"Saya terkejut dengan serangan kemarin," kata Ivan Utenkok dalam sebuah pesan video dari Mariupol yang kemudian diunggah di Twitter. "Mereka mulai mengebom dengan sesuatu yang baru."




Mark Santora mencatat bahwa Mariupol berada jauh di luar jangkauan HIMARS dan Sistem Peluncuran Roket Ganda M270 milik Ukraina, tetapi juga menunjukkan bahwa pasukan Ukraina dapat menggunakan pesawat tak berawak untuk menghantam kota tersebut, sesuatu yang telah mereka lakukan sebelumnya dalam perang.





"Ukraina telah menggunakan drone serang untuk menyerang target pada jarak yang jauh lebih jauh daripada yang bisa dilakukan oleh senjata-senjata lainnya," tulis Santora.





"Mengingat pola serangan dan komentar dari militer Ukraina," tambah Santora, "spekulasi beredar bahwa mereka mungkin telah memperoleh senjata baru."





The New Voice of Ukraine berspekulasi bahwa senjata yang digunakan bisa jadi adalah Sistem Peluncur Roket Ganda Berat Vilkha-M yang diproduksi di dalam negeri Ukraina, sementara editor senior Novoe Vremya, Euan MacDonald menulis di Twitter tentang opsi-opsi lain yang memungkinkan.





Para pejabat Ukraina menambah kebingungan seputar serangan terhadap Mariupol setelah mereka mengklaim bertanggung jawab atas serangan pada tanggal 23 Februari, namun secara samar-samar tidak menjelaskan bagaimana mereka mencapainya.





"Pada tahap ini, kami hanya dapat menyatakan bahwa ketidakterjangkauan adalah konsep yang sangat relatif," kata Nataliya Humeniuk, juru bicara senior Angkatan Bersenjata Ukraina.





"Apa yang dianggap sangat terpencil sehingga tidak terjangkau, tidak selalu demikian," tambah Humenuik. "Arah Mariupol tidak lagi sama sekali tidak terjangkau oleh kami."





Secara keseluruhan, laporan dari Telegram resmi Dewan Kota Mariupol Ukraina mengindikasikan bahwa setidaknya ada sebelas pemogokan yang terjadi, meskipun informasi ini belum diverifikasi secara independen.





Mariupol jatuh ke tangan pasukan Rusia pada pertengahan Mei 2022 setelah sekitar 250 orang pembela Ukraina yang tersisa di kota itu diperintahkan untuk menyerah oleh Presiden Volodymyr Zelensky.














MACAM-MACAM PENYAKIT IKAN Pada IKAN KOI





ANCOR WORM DISEASE (Penyakit Cacing Berbenruk Jangkar)
Adalah binatang air berkulit keras yang temasuk Antropoda yang menempelkan dirinya pada kulit ikan, dimana cacing ini menyerap cairan tubuh ikan. Parasit ini dapat dilihat sepanjang tahun, terutama pada air yang mempunyai suhu diatas 15o celcius. Nama lain yang lebih popular adalah Kutu Jarum.
G e j a l a :
o Sering meloncat di permukaan air
o Sering menempelkan tubuhkan pada dinding atau bagian bawah kolam
o Cacing penimbul parasit kira-kira 5-10mm yang menonjol pada tubuh
Cara Pengobatan :
o Menghilangkan secara manual dengan jalan mencabut satu persatu dengan memakai penjepit/pinset
o Untuk larva yang masih kecil, dapat dibasmi dengan menaburkan obat Masoten ke kolam koi, dengan ukuran 0.3-0.5 gram/1 ton air kolam. Jika sekali pengobatan belum tuntas, maka dapat diulang sampai 3 kali dengan interval waktu 1-2 minggu


FISHLICE DISEASE (Penyakit Kutu Ikan)
Penyakit ini disebabkan oleh kutu air yang hidup di permukaan tubuh. Berbagai parasit yang panjangnya beberapa millimeter bergerak mengelilingi tubuh ikan. Parasit ini menimbulkan bintik-bintik merah di berbagai tempat dengan menghisap darah dan berbagai luka yang ditimbulkan ini mengarah kepada infeksi microbial sekunder.
G e j a l a :
o Koi memperlihatkan pola berenang yang tidak normal, seperti melompat ke atas permukaan air
o Menggosokkan tubuhnya pada samping dan bawah kolam
o Berkumpul di dekat permukaan air dengan ekor muncul di permukaan
Cara Pengobatan :
o Pemberian Demilin dengan dosis 1 gram/ton air kolam
o Pemberian Masoten dengan dosis 0.3-0.5 gram/ton air kolam
o Kedua cara tersebut dapat diulangi 2-3 kali dengan interval 1-2 minggu


ABRASION (Penyakit Disebabkan Gesekan)
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang timbul secara kebetulan pada saat pengangkutan yang tidak hati-hati atau pada saat penangkapan yang tidak hati-hati dengan jalan ikan.
G e j a l a :
o Kurangnya slime bisa mengurangi kemilau koi dan menimbukan bekas pada sirip dada dan sirip ekor yang terlihat keptihan
Cara Pengobatan :
o Berhati-hati pada saat penangkapan atau pengangkatan koi, untuk menghindari terjadinya luka pada badan koi
o Menambahkan obat furan di air yang dipakai untuk mengangkat koi. Ikan yang berumur kurang dari satu tahun sangat rawan akan gesekan dan temperature


MATSUKASA/PENECONE (Penyakit Berbentuk Kerucut)
Beberapa penyebab penyakit ini adalah infeksi bakteri seperti aeromonas dan tidak berfungsinya organ-organ internal.
G e j a l a :
o Sisik ikan terlihat berdiri pada ujungnya satu-persatu, yang disebabkan kumpulan cairan tubuh yang berlebihan di bagian bawah. Oleh karena itu “Matsukasa” dalah bahasa Jepang artinya Kerucut Cemara
Cara Pengobatan :
o Penyakit ini sangat sulit diobati, tetapi kemungkinan dapat diobati lewat mulut ikan, yaitu obat-obat jenis sulfa atau antibiotic


HOLE DISEASE (Penyakit Berbentuk Lubang)
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi ganda pada Aeromonas dan tempat-tempat lainnya.
G e j a l a :
o Pada awalnya, beberapa sisik terlihat berdiri pada ujungnya
o Ketika meningkat parah, sisik akan jatuh dan kulit local terkelupas, sehingga memperlihatkan daging bagian bawah, seperti lubang menganga
Cara Pengobatan :
o Pemberian Malachite Green dan Parazan, dengan cara mencampur 0.3 ppm/ton air
o Membersihkan bagian yang sakit dengan memoleskan Malachite Green
o Memberi makanan ikan yang dicampur dengan Parazan


WHITE SPOT (Penyakit Bintik Putih)
Penyakit ini disebabkan oleh Parasitic Ciliates yang dinamakan Lehthyoplithitius
G e j a l a :
o Bintik-bintik kecil berwarna putih kurang dari 1 mm yang menempel di permukaan koi
o Koi yang terinfeksi menjadi tidak aktif dan mudah terkena infeksi sekunder
Cara Pengobatan :
o Pemberian garam 5 kg/ton air kolam
o Atau dengan pemberian temperature diatas 25o celcius (dengan heater)


CHOMAN
Sebagian orang berpendapat bahwa penyakit ini disebabkan karena pemberian makan yang berlebihan yang mengandung banyak lemak. Akan tetapi penyebab yang sebenarnya sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
G e j a l a :
o Daerah perut membengkak secara abnormal
o Bola mata mulai keluar dari rongganya
o Tumor di perut biasanya dideteksi melalui operasi perut
Cara Pengobatan :
o Di Jepang, penyakit ini ditangani dengan cara operasi, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh penghobi koi amatir


SEKOKE (Penyakit Punggung Tenggelam)
Penyakit ini merupakan penyakit gurang gizi yang disebabkan oleh ingesti lemak yang dioksidasikan. Biasanya terjadi pada makanan Koi yang sudah rusak (terlalu lama disimpan/kadaluarsa)
G e j a l a :
o Punggung koi yang terpengaruh, terlihat kurus ketika daging pada kedua sirip punggung melorot
Cara Pengobatan :
o Pencegahan dini dengan tidak memberi makan ikan koi yang sudah kadaluarsa
o Sedapat mungkin memberi makanan koi yang mengandung vitamin E


PARALIS TULANG BELAKANG
Penyakit ini merupakan bentuk keracunan kimiawi, misanya pemakaian bahan campuran OrganoPhosporus yang berlebihan untuk membasmii kutu jarum atau kutu ikan.
G e j a l a :
o Jika otot tulang belakang terpengaruh, makan terlihat ikan koi tenggelam ke bagian bawah kolam atau berputas-putar pada saat berenang
o Bengkoknya tulang belakang, yang dapat mengakibatkan kasus yang lebih parah
Cara Pengobatan :
o Cara pencegahan dengan memperhatikan dosis yang benar pada saat pemberian obat kutu jarum


INSANG MEMBUSUK
Penyakit yang menyebabkan pembusukan pada insang ikan yang disebabkan oleh jamur lumut.
G e j a l a :
o Ikan kehilangan berat badan, kemudian mati
o Jika terlihat ikan yang mencurigakan, segera diambil dan diperiksa insangnya
o Jika insang berwarna merah keabu-abuan, banyak yang gripis, itu tandanya ikan terserang
Cara Pengobatan :
o Pemberian antibiotic Teramycin dengan dosis 20 gram/ton air kolam
o Penggantian air setiap hari dibarengi dengan penggantian antibiotic akan membantu mempercepat proses penyembuhan



Pencegahan lebih dini merupakan hal yang paling baik dilakukan oleh para pemelihara koi. Mengingat harganya yang relative mahal, kiranya para penggemar perlu memperhatikan semua hal yang berkaitan dengan :
o Kualitas air
o Makanan koi
o Beberapa penyakit yang mungkin timbul

Segera menanyakan kepada ahli dalam bidang koi, jika menemui hal-hal yang dirasakan tidak wajar tejadi pada koi. Mengingat ada sebagian penyakit yang sulit disembuhkan, lebih baik jika kita berdiskusi atau tukar pengalaman kepada sesama pemelihara koi, yang barangkali pernah memiliki pengalaman dalam menangani suatu penyakit.

(Sumber : Buku APKI – 3rd All Indonesia Koi Show 2001)

Laporan Resmi Praktikum Ekologi Perairan Tropis

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN TROPIS

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 


I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar belakang

    Ekologi merupakan gabungan dari faktor-faktor fisik, kimiawi, serta biologis. Semua itu dapat mempengaruhi berlangsungnya kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, kesejahteraan manusia beserta organisme hidup lainnya. Lingkungan hidup tidak bisa dilepaskan begitu saja dari peran dan pengaruh dominan manusia, oleh karena itu jika dibiarkan begitu saja maka akan berakibat fatal bagi kelestarian alam. Kemajuan hasil teknologi dapat membawa kesejahteraan manusia, tetapi jika kemajuan tersebut tanpa diikuti oleh kesepadanan tempat hidup seluruh makhluk hidup maka akan merusak kelestarian dari lingkungan yang ada. Berawal dari keadaan tersebut, maka sangatlah perlu untuk mempelajari dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan, sehingga tercipta lingkungan yang seimbang, serasi, dan harmonis.
Ilmu ekologi bukan hanya untuk mencari pola kehidupan secara kuantitatif tetapi juga berusaha mencari jawaban atas masalah kuantitatif, misalnya berapa volume air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan patin agar dapat tumbuh dengan optimal, oleh sebab itu ekologi biasa didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Pengetahuan mengenai ekologi selain diperoleh di kampus melalui metode pembelajaran dan diskusi juga dapat diimbangi dengan praktikum. Pelaksanaan praktikum ini diharapkan dapat mendukung kegiatan perkuliahan sehingga dalam mendalami ilmu ekologi perairan mahasiswa dapat menerima materi secara mantap dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
          Konsep ekosistem merupakan suatu yang luas, karena  di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari ini dengan cara mengkonsumsi makhluk fotosintesis tersebut diatas.  Dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan (Nontji,2005).

   
1.2.    Pendekatan Masalah
Kualitas air sangat penting, tidak hanya untuk ikan tetapi untuk semua kehidupan yang ada di dalam perairan. Pengaruh kualitas air juga penting dipandang dari segi besarnya produksi perairan. Kualitas air mempunyai peranan yang berbeda dalam perikanan, dibandingkan dengan peranannya dalam budidaya. Peranan alami,dari kualitas air kehidupan masing-masing individu dalam suatu komunitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pembentukan struktur komunitas tersebut (Cahyono, 2000).
Menurut Lesmana (2001), menyatakan bahwa karakteristik fisika dan kimia dari air sangat berpengaruh pada kehidupan akuatik. Karakteristik yang meliputi suhu, pH, kecerahan, kedalaman, debit air, kesadahan, alkalinitas, kandungan CO2, kandungan O2, dan produktivitas perairan merupakan faktor-faktor yang perlu dikaji serta diteliti lebih lanjut agar dapat diketahui nilai-nilai dari parameter tersebut. Manfaat mempelajari parameter-parameter di atas yaitu kita dapat mengetahui proses fisika, biologi dan kimia dalam ekosistem yang kemudian dapat diambil kesimpulan tentang kondisi ekosistem tersebut.
Keadaan lingkungan sungai dipenuhi  oleh adanya sampah. Sampah didalam sungai dapat menyebabkan permasalahan bagi keadaan biota yang ada didalamnya dan juga sampah tersebut dapat hanyut hingga sampai ke ekosistem perairan muara yang nantinya juga akan terbawa arus ke dalam laut pengelolaan. Perairan tambak kualitas airnya juga terpengaruh oleh adanya sampah. Kegiatan manusia yang terdapat di sekitar daerah aliran sungai dapat mempengaruhi penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air perlu diwaspadai sehingga diperlukan pengamatan karakteristik kualitas air yang nantinya diharapkan kedepannya diperoleh suatu rumusan bentuk rekomendasi.

1.3.  Tujuan
        Tujuan diadakannya praktikum ekologi perairan adalah sebagai berikut :
a.         Mengetahui biota penyusun pada ekosistem pantai, sungai, muara dan tambak;
b.         Untuk mengetahui keterkaitan antar parameter pada ekosistem tambak, sungai, muara dan pantai
c.         Mengetahui kelayakan ekosistem pada ekosistem tambak, sungai, muara dan pantai.

1.4.  Waktu dan tempat
          Praktikum mata kuliah Ekologi Perairan dilaksanakan pada hari sabtu sampai hari minggu tanggal 8 – 9 November 2012. Praktikum lapangan  dilaksanakan di TPI Mangkang Kulon, Semarang, identifikasi biota dan pengolahan data dilaksanakan  di Gedung C303, dan sidang dilaksanakan di ruang sidang gedung C Jurusan Perikanan Universitas Diponegoro, Tembalang, Semarang.



II.     TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Parameter fisika
2.1.1.   Kecerahan
Kecerahan air dalam kolam pemeliharan ikan juga mempengaruhi hidup dan perkembangan ikan. Air yang keruh tidak baik untuk budidaya sebab menghambat cahaya matahari untuk menembus ke dasar kolam. Kekeruhan antara lain disebabkan oleh lumpur dan jasad renik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh lumpur dapat diatasi dengan pembuatan kolam pengendapan atau kolam dibuat zig-zag pada saluran masuk utama atau inlet  (Susanto, 1986).
            Kandungan padatan tersuspensi dalam air juga dapat mengakibatkan panyakit pada ikan, menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan. kekeruhan juga berpengaruh terhadap daya pandang ikan, sehingga menyebabkan pakan tidak termakan. Kekeruhan dibawah 100 mg/l dapat ditolerir oleh sebagian besar spesies ikan (Rejeki, 2001).
            Kekeruhan disebabkan oleh padatan organik atau anorganik yang terlarut dalam air, sebagai akibat erosi dari tanah, limbah pertambangan, buangan limbah rumah tangga, serta berbagai limbah industri lainnya. Beberapa padatan terlarut tersebut dapat bersifat racun, misalnya garam-garam logam. Limbah organik juga mengakibatkan penurunan oksigen (Susanto, 1986).

2.1.2.   Kedalaman
Fitoplankton dalam melakukan  fotosintesis membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman suatu perairan tersebut, oleh sebab itu fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar matahari masih dapat menembus badan perairan.  Sinar matahari yang masuk ke laut akan semakin berkurang energinya karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering) oleh molekul-molekul di laut, selain berkurang energinya, sinar matahari yang masuk akan mengalami pula perubahan kualitas dalam komposisi spektrumnya (Hutabarat dan Evans, 1985).
Kedalaman yang ideal untuk kolam-kolam pemeliharaan ikan adalah 60 – 150 cm.  Semakin dalam dasar kolam permukaan air di kolam tersebut, maka semakin luas ruang gerak ikan. Salah satu pertimbangan dalam menentukan kedalaman suatu kolam, yaitu kemampuan sinar matahari untuk menembus ke dasar kolam (Susanto, 1986).

2.1.3.   Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwelling, downwelling. Arus atau aliran air adalah parameter fisika yanng dapat dijadikan pembeda beberapa ekosistem perairan tawar. Perbedaan utama ekosistem lotik dan lentik adalah arus. Arus adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia (Hutabarat dan Evans, 1986).
Kecepatan arus baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi substrat dasar yang merupakan faktor yang menentukan komunitas bentos. Secara langsung arus air akan menambah jumlah  oksigen dalam air dan mengurangi susunan partikel dasar sungai yang merupakan faktor yang menentukan komposisi bentos. Selain itu arus juga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh hewan makrobenthos, namun juga dapat membantu ketersediaan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan dan membantu penyebaran larva hewan-hewan makrobenthos (Arie, 2000).

2.1.4.   Suhu
   Suhu merupakan kapasitas panas, dimana penyebaran suhu dalam perairan terjadi karena adanya penyerapan dengan angin.  Perubahan suhu sangat mempengaruhi proses metabolisme dan kisaran suhu yang diperlukan untuk proses pembenihan ikan adalah antara 25 – 30oC.  Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu, maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut.  Sebagai tolak ukur setiap kenaikan suhu 1ºC, membutuhkan kenaikan oksigen terlarut 10% (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
            Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu untuk mempertahankan pertumbuhan agar tetap normal di luar kisaran temperatur tersebut. Ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya agar tetap normal. Setiap temperatur tinggi, ikan akan kekurangan oksigen dan sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan baik, menyebabkan timbulnya stres. Penyakit ikan dapat berkembang dengan cepat, sehingga ikan mudah terserang penyakit jika konsentrasi oksigen dalam air rendah atau suhu air terlalu tinggi, sering terlihat ikan menjadi aktif  berenang di permukaan air, tentu saja kondisi semacam ini kurang baik, sehingga perlu segera diatasi dengan melakukan pergantian air (Effendi, 2003).

2.2.  Parameter kimia                                                                                               
2.2.1.  Derajat keasaman (pH)
            Kolam budidaya, fluktuasi pH sangat dipengaruhi oleh respirasi, karena berhubungan dengan CO2 yang dihasilkannya. Kolam yang banyak dijumpai algae dan tumbuhan lain pH air pada pagi hari mencapai 6,5 sedangkan pada sore hari mencapai 8,9. Hubungan antara CO2 dengan pH bersifat berbanding terbalik. CO2 tinggi, maka pH akan cenderung rendah (Effendi, 2003).
            Nilai derajat keasaman (pH) perairan cocok untuk budidaya ikan Nila berkisar 7,5 – 8,5. Nilai pH 6,5 – 9 masih dikategorikan baik untuk memelihara ikan. Perairan dengan pH 4 sudah terlalu asam bagi ikan sehingga dapat membunuh ikan. Perairan yang memiliki pH 11, air terlalu alkali sehingga juga dapat membunuh ikan. pH air dapat diukur dengan beragam alat misalnya kertas lakmus (Hutabarat dan Evans, 1986).

2.2.2.  Salinitas
            Salinitas digunakan untuk memperbandingkan kepekatan garam-garam dalam air alam. Salinitas adalah banyaknya garam dalam air yang dikandung dalam 1 kg air laut, setelah bromida dan iodida diubah menjadi klorida,  karbonat menjadi oksida dan zat-zat organik dirusak dengan pemanggangan air laut. Kloronitas ditetapkan dengan mengasamkan air alam itu dengan asam nitrat encer dan kemudian menitrasinya larutan nitrat. Pada umumnya berlaku salinitas=1,805 kloronitas + 0,03 satuan btr (bagian tiap ribu), yaitu satu bagian gram per 1000 bagian air . Pada perairan, salinitas didominasi oleh garam dari Cl (NaCl, KCl dan NH4Cl). Beberapa cara mengukur salinitas adalah dengan titrimetrik, pengukuran rapatan dengan densitometer, pengukuran indeks bias dengan refraktometer dan dengan salinometer yang bekerja berdasar daya hantar listrik. Salinitas air laut ±35 btr atau 3,5% atau lebih sering ditulis 35 ppt (Dahuri, 1996).
            Menurut Rososoedarmo (1993), menyatakan bahwa  hampir semua organisme hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil. Daerah estuarin adalah suatu daerah dimana kadar salinitasnya berkurang karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai dan juga disebabkan oleh terjadinya pasang surut. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walau di beberapa tempat menunjukkan adanya fluktuasi perubahan. Salinitas permukaan  di perairan Laut Mediterania dam Laut Merah mencapai 39 – 41 ppt, disebabkan banyaknya air yang hilang akibat besarnya penguapan yang terjadi pada waktu musim panas panjang, sebaliknya salinitas turun tajam disebabkan oleh besarnya curah hujan.

2.3.         Parameter  Biologi
2.3.1.      Makrozoobentos
            Banyaknya kadar oksigen  terlarut di suatu perairan maka perairan tersebut merupakan habitat yang baik untuk biota-biota yang hidup, sehingga nilai indeks keanekaragaman spesiesnya tinggi. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragam berarti semakin banyak spesies yang hidup di perairan tersebut. Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keanekaragaman, produktivitas, tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem. Tolak ukur indeks keanekaragaman tersaji pada  nilai tolak ukur indeks keanekaragaman sebagai berikut, jika  H’ < 1, keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil; jika 1 < H’ < 3,322,  keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang  dan jika H’ > 3,322 keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis (Odum, 1993).
            Keanekaragaman jenis terbesar jika semua individu berasal dari jenis yang berbeda-beda dan keanekaragaman jenis mempunyai nilai terkecil atau sama dengan nol jika semua individu berasal dari satu jenis. Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi berarti juga sebagi indikator bahwa perairan tersebut belum tercemar karena banyak organisme yang dapat hidup di perairan tersebut sedangkan  indeks keseragaman merupakan gambaran secara sitematika tentang jumlah dan organisme yang menghuni suatu komunitas atau habitat tertentu. Nilai keseragaman dipengaruhi oleh kelimpahan setiap spesies. Semakin kecil indeks keseragaman suatu komunitas didominasi oleh satu spesies tertentu (Nybakken, 1992).
            Suatu perairan yang memiliki parameter fisika, kimia dan biologi yang baik akan memiliki tingkat keanekaragaman, keseragaman dan kelimpahan yang tinggi, karena pada kondisi tersebut cocok bagi kelangsungan organisme. Nilai indeks keseragaman jenis berkisar antara 0 – 1, jika nilai tersebut semakin kecil maka semakin rendah pula kesaman jenis dalam komunitas tersebut. Hal ini memberikan indikasi bahwa penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu, sebaliknya semakin besar nilai keseragamanya, maka menunjukkan kesamaan jenis yang besar, yang berarti kelimpahan relatif dari setiap jenis dapat diakatakan sama dan kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu kecil. Kemiripan merupakan gambaran secara sistematika tentang kesamaan jenis diantara 2 komunitas. Antara satu komunitas dengan komunitas yang lainya akan mempunyai keseragaman yang berbeda-beda. Jika ada dua komunitas yang memiliki cirri dan sifat yang sama maka ada kecenderungan kedua komunitas tersebut mempunyai indeks kemiripan. Contohnya komunitas sungai dan komunitas muara, sebaliknya jika kedua komunitas yang memiliki ciri atau sifat yang berbeda maka indeks kemiripan tidak ada atau kecil (Odum, 1993).


2.3.2.      Vegetasi
            Hutan mangrove di Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi.  Tidak kurang dari 202  spesies tumbuhan tercatat hidup di sini, 89 jenisnya berupa pohon.  Sementara itu, dari sekitar 60 spesies mangrove sejati yang dikenal dunia, sebanyak 43 spesies didapati di Indonesia (Noor, 1999).
            Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di habitatnya, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Jenis substrat
          Substrat di pesisir bisa sangat berbeda karena sebagai pengendapan. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan skarang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
2.    Terpaan ombak
           Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang. Bagian yang agak serupa adalah   hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaan-nya, salinitas di tepi aliran sungai tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara.
3.    Penggenangan oleh air pasang
          Bagian luar hutan bakau juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dan paling dalam dibandingkan dengan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Sementara itu, bagian-bagian di pedalaman hutan bakau mungkin hanya terendam air laut sekali dua kali dalam sebulan manakala terjadi pasang tertinggi. Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke bagian pedalaman yang relatif kering.



I.  MATERI DAN METODE

3.1.  Materi
3.1.1.  Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah sebagai berikut; secchi disc dengan ketelitian 1 cm untuk mengukur kecerahan dan kedalaman, termometer air raksa berjumlah 2 untuk mengukur suhu udara dan suhu air, bola arus untuk mengukur kecepatan arus, stopwatch untuk mengukur lama waktu dalam pengukuran kecepatan arus, pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit, refraktometer dengan ketelitian 1 untuk mengukur salinitas, tisu gulung untuk mengeringkan dan membersihkan alat, kantong plastik untuk mengambil air sampel, kertas label untuk memberi tanda pada pipet dan kantong plastik air sampel, saringan sebagai alat penyaring biota, cetok pasir untuk mengambil substrat dasar, nampan sebagai tempat meletakkan biota, dan kertas pH universal untuk mengukur pH.
3.1.2.  Bahan
            Bahan yang digunakan dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah sebagai berikut; akuades untuk mengkalibrasi refraktometer, air sampel dari empat ekosistem untuk pengukuran pH dan salinitas, dan biota sampel untuk sampel pengamatan.

3.2.  Metode
3.2.1.  Parameter Fisika
a.  Kecerahan
Pengukuran kecerahan menggunakan secci disk, dimana secci disk dimasukkan kedalam perairan sampai pada titik hilang (tidak nampak). Kemudian mengangkat secara perlahan-lahan sampai ditemukan titik tampak (remang-remang) serta diukur jarak keduanya. Pencatatan hasilnya dilakukan pada titik tidak tampak dan titik tampak serta diukur pada 1 stasiun yang berbeda. Perhitungan nilai pada titik tidak tampak ditambahkan dengan titik tampak dan dibagi dua. Penghitunga tersebut dapat dinyatakan dalam rumus :
Keteranagan :
k1 = Kecerahan samar-samar
k2 = Kecerahan tidak terlihat

b.  Kedalaman
 Pengukuran kedalaman menggunakan alat secci disk. Secci disk tersebut memasukkan kedalam sampai dasar perairan dan kemudian dicatat hasilnya. Pengukurannya dilakukan pada 1 titik.
c.  Arus
Pengukuran arus menggunakan bola arus. Bola arus yang terbuat dari jeruk yang telah diikat dengan tali rafia sepanjang 1 m. Bola arus tersebut diletakkan searah dengan aliran arus pada perairan dan kemudian dilepaskan pelan-pelan dengan masih memegang tali ujung dengan panjang 1 m. Dihitung menggunakan stopwatch kemudian distop sampai tali lurus 1 m.
Penghitungan arus dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
v = Kecepatan arus (m/s)
S = Jarak (m)
t = waktu (s)

d.  Suhu
Pengukuran suhu dilakukan 2 pengukuran yaitu pengukuran suhu air dan suhu udara. Mengukur suhu menggunakan alat termometer air raksa pada 1 titik pengukuran. Memegang tali yang telah terikat pada thermometer dan membiarkannya mengambang diudara. Mengukur suhu air dengan cara memegang tali yang terikat pada termometer dalam parairan dengan jarak kurang lebih 5 cm dari permukaan perairan setelah 5 menit melihat ketelian thermometer untuk mengetahui besar suhunya.
e.  Substrat
Pada perairan muara mengambil substrat didalam perairan untuk mengetahui bau substrat dan warna dari substrat tersebut. Dari pengambilan substrat dilihat dan kemudian dicatat hasilnya di papan data.

3.2.2.  Parameter kimia
a.  pH
Pada pengukuran pH air alat yang digunakan adalah pH universal. Pertama-tama dilakukan pengambilan air sampel kemudian memasukkan satu kertas pHnya kedalam air sampel. Kemudian cocokkan warna dengan data warna pH universal agar diketahui berapa pH perairan yang diukur.
b.  Salinitas
Mengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Meneteskan air sampel ke refraktometer 1 tetes kemudian ditutup dan dilihat berapa skalanya, refraktometer harus menghadap matahari agar dapat mengetahui hasilnya.

3.2.3.  Parameter Biologi
a.  Sampling Makrozoobenthos
Pada sampling makrozoobenthos, dilakukan pengambilan biota yang ada pada perairan dengan tiga titik yaitu pinggir, tengah dan pinggir. Biota yang diambil adalah biota yang masih hidup. Biota yang telah didapatkan kemudian didokumentasikan untuk melakukan identifikasi biota di hari berikutnya.
Setelah identifikasi dilakukan maka untuk data kuantitatif biota yang diperoleh dihitung dengan nilai-nilai diversitasnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
1. Rumus keanekaragaman jenis
Keterangan :
 H  = nilai keanekaragaman
 Pi  =  ni/N
 Ni =  jumlah individu spesies ke-i
 S   =  jumlah spesies
 N  =  jumlah seluruh spesies

2. Rumus keseragaman jenis

Keterangan :
E     = Indeks keseragaman
H’   = Indeks keanekaragaman
Hmax= ln S

S     = Jumlah spesies


3.    Indeks kemiripan
Keterangan :
Iss   = Indeks Kemiripan
A    = jumlah biota yang hanya ada di perairan A
B    = jumlah biota yang hanya ada di perairan B
C    =  biota sama yang ada di  perairan A dan B

b. Pengamatan Vegetasi Lingkungan
Mengamati vegetasi ekosistem pada masing-masing ekosistem. Mengambil daun dari vegetasi yang ada pada ekosistem yang ada. Kemudian identifikasi pada hari berikutnya menggunakan buku identifikasi.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Hasil
4.1.1.   Parameter fisika
Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika
No
Ekosistem
Parameter
Kedalaman
Kecerahan
Arus
Suhu
Substrat
Air
Udara
1
Tambak
74 cm
24 cm
0,02 m/s
34oC
31oC
Warnya substrat hitam, tekstur berlumpur, baunya agak menyengat.
2
Muara
51,67 cm
14,16 cm
10 m/s
33oC
32oC
Warnanya coklat pekat, teksturnya lembut,baunya agak menyengat.
3
Sungai
30 cm
20 cm
0,0158 m/s
30oC
28oC
Berwarna hitam, tekstur berpasir dan baunya berbau lumpur.
4
Pantai
110 cm
11 cm
0,0125 m/s
28oC
32oC
Warna keabu-abuan, tekstur berpasir halus, baunya tidak menyengat.



























4.1.2.  Parameter Biologi
Tabel 4.  Hasil Pengukuran Parameter Biologi
No.
Ekosistem
Spesies Makrozoobentos
Gambar
Jumlah
1.
Tambak
Cancer sp.
10
Telebralia palustris
32
2.
Muara

Urosalpinx sp.
3
Cancer sp.
19
Anodanta sp.
2

























Lanjutan tabel


Calliostoma
1
Anadara granosa
5
Littorina sp.
1
Murex sp.
2
Cacing
1
Panaeus sp.
1



































Lanjutan tabel.
3.
Sungai
Cancer sp.
24
Lumbricus terrestris
5
Anadara granosa
2
4.
Pantai
Lumbricus terristris
4
Panaeus sp.
7
Anadara sp.
5
































4.2.3.  Parameter Kimia
Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Kimia
No.
Ekosistem
Parameter
DO
CO2
pH
Salinitas
1.
Tambak
-
-
10
31 ppt
2.
Muara
-
-
7
25
3.
Sungai
-
-
22 ppt
8
4.
Pantai
-
-
33 ppt
9



 4.2.      Pembahasan
4.2.1.   Parameter fisika

        a.  Ekosistem Sungai

Berdasarkan pengukuran parameter fisika yang telah dilakukan pada ekosistem sungai didapatkan hasil kecerahan 20 cm, kedalaman 30 cm, suhu air 30 oC, suhu udara 28 oC dan arus sebesar 0,0158 m/s, sedangkan untuk pengamatan organoleptic dari substrat dasar perairan sungai yang kami amati diperoleh hasil yaitu berwarna hitam, teksturnya berpasir dan berbau lumpur. Disepanjang garis sungai ditumbuhi mangrove dan rerumputan , sungai yang kami amati terletak dipinggir jalan serta diantara tambak warga disekelilingnya. Dijumpai banyak kapal nelayan bersandar disepanjang sungai.
Berdasarkan analisis dai kelompok kami, sungai yang kami amati termasuk kedalam sungai yang dangkal karena kedalamannya hanya 20 cm. Suhu sungai yang kami amati juga tergolong baik untuk perkembangan dan kehidupan organisme perairan. Menurut Perkins (1974) menyatakan bahwa kisaran suhu yang dianggap layak bagi kehidupan organisme akuatik bahari adalah 2,5oC – 32 oC. Tingginya suhu pada perairan ini disebabkan oleh kedalaman yang relative rendah.Suhu tersebut termasuk normal walaupun pada saat pengamatan cuacanya agak sedikit mendung.Suhu pada saat pengukuran ini juga tidak terpengaruhi oleh suhu lingkungan karena langsung dilakukan di lokasi pengamatan.
Hasil dari penghitungan suhu terjadi perbedaan antara suhu udara sungai dan suhu air sungai, karenaMenurut Soeyasa et al. (2001), perbedaan yang cukup besar disebabkan karena sifat air yang lebih lama menerima, menyimpan dan melepaskan panas matahari sebagai panas laten sehingga mampu menaikkan suhu air.
Wilayah tropis perairan, intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan air pada musim kemarau lebih besar dibandingkan dengan musim penghujan, dengan demikian intensitas cahaya yang dipantulkan oleh permukaan air juga bervariasi menurut musim, namum tidak sebesar pada wilayah yang memiliki empat musim.Hukum Beer mengemukakan bahwa penyerapan cahaya oleh suatu larutan meningkat secara eksponensial denganmeningkatnya konsentrasi larutan.Hukum Lambert juga menyatakan bahwa penyerapan cahaya oleh suatu larutan meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya panjang jarak dari larutan yang harus dilewati oleh cahaya (Tebbut, 1992).Berdasarkan hal tersebut maka intensitas cahaya yang masuk kedalam sungai semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan.Dengan kata lain cahaya mengalami penghilangan atau pengurangan yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.
Kecepatan arus di sungai relatif rendah yaitu 0,0158 m/s, karena kedalaman sungai termasuk landai dan pada waktu pengamatan angin yang bertiup tidak terlalu kencang. Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran (Effendi, 2003).
Warna perairan dari sungai yang kami amati termasuk keruh. Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif, sehingga penghilangan warna perairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif, misalnya aluminium dan besi (Sawyer dan McCarty, 1978).
Substrat dasar dari perairan sungai yang kami amati berupa lumpur yang berwana kehitaman. Menurut Nybakken, 1992 menyatakan bahwa keberadaan lumpur di dasar perairan sangat dipengaruhi oleh penggumpalan, pengendapan bahan tersuspensi tersebut seperti arus dari laut.


b.  Ekosistem pantai
Lokasi pantai yang diamati mempunyai kemiringan yang landai tanpa adanya lereng-lereng (continental shelf).Kedalaman pada pengukuran 100 meter dari garis pantai yaitu   sekitar 80 – 100 cm. Hal ini menandakan keadaan topografi pantai tidak rata.Karena dasar perairannya berupa lumpur berpasir yang sangat labil.
Berdasarkan pengukuran parameter fisika yang telah dilakukan ada ekosistem laut didapatkan hasil kecerahan 11 cm, kedalaman 110 cm, suhu air 32 C, suhu udara 28 C dan besarnya arus 8 m/s. pengamatan organoleptic pada pengamatan substrat dasar laut adalah berwarna keabu-abuan sampai hitam, tekstur halus berpasir dan berbau netral (tidak menyengat).
Pantai adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut yang cenderung keruh.Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lainnya.
Perpindahan panas terjadi antara udara dengan lautan atau tanah yang ada dibawahnya yang akan dapat memberikan suatu kenaikan tekanan atmosfer pada daerah-daerah di sekitarnya. Daerah tropik lebih lebih banyak menerima panas daripada daerah kutub, karena sinar matahari yang merambat melalui atmosfer akan banyak kehilangan panas sebelum sampai ke kutub. Alasan lainnya karena besarnya perbedaan sudut datang matahari ketika mencapai permukaan bumi, dank arena di daerah kutub lebih banyak panas yang diterima oleh permukaan bumi yang dipantulkan kembali ke atmosfer (Hutabarat, 1985).
Kedalaman perairan akan berpengaruh terhadap jumlah cahaya  matahari yang mencapai dasar. Pada pengukuran,  tingkat kecerahan pada pantai rata-rata 11 cm karena kedalamannya masih relatif rendah.
Kecepatan arus di pantai dipengaruhi oleh angin dan kedalaman. Jika angin yang berhembus makin kuat maka arus yang terjadi pun makin besar. Sedangkan pada perairan yang dangkal  arus yang terjadi cukup deras.Berdasarkan pengamatan terlihat pada setiap line kecepatan arus kecil dan cenderung sama, yaitu 8 m/s. Hal ini disebabkan dasar perairan yang landai dan juga adanya angin yang bertiup.
Terjadinya arus disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.  Faktor internal seperti perbedaan densitas air gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin ( Gross, 1990).
Ketika angin berhembus di laut, energi yang ditransfer dari angin ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari yang kecil kearah perambatan gelombang sehingga terbentuklah arus dilaut. Semakin cepat kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan laut, dan semakin besar arus permukaan. Dalam proses gesekan antara angin  dengan permukaan laut dapat menghasilkan gerakan air yaitu pergerakan air laminar dan pergerakan air turbulen (Supangat,2003).
Suhu udara pada saat pengamatan (siang  hari) adalah 28˚C dan suhu air antara 32˚C. Perbedaan ini disebabkan karena air mempunyai fluktuasi suhu yang relatif kecil yaitu kemampuan untuk menyerap dan melepaskan energi panas yang lama.Substrat dasar perairan berupa lumpur yang berasal dari muara yang terbawa arus menuju laut dan terdapat pecahan cangkang-cangkang bivalve dan gastropoda.


c.  Ekosistem muara
Berdasarkan pengukuran parameter fisika yang telah dilakukan di muara, didapatkan hasil kecerahan 14,16 cm, kedalaman 51,67 cm, suhu air 30 oC, suhu udara 32 oC dan arus 10 m/s. Pengamatan organoleptik dari substrat dasar yang kami amati yaitu berwarna coklat pekat hingga kehitaman, berbau agak menyengat dan mempunyai tekstur yang lembut.
Suhu  suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi dalam air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.Organisme akuatik mempinyai kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya (Effendi, 2003).
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan.Kecerahan merupakan ukuran transparasi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan seccidisk yang berusaha menghitung tingakt kekeruhan air secara kuantitatif.Tingkat kekeruhan tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan seccidisk (Effendi, 2003).
Arus pada ekosistem muara mencapai 10 m/s karena cuaca pada saat itu berangin dan angina bertiup cukup kencang.Pengaruh lainnya juga karena adanya angina dari laut dan aliran air dari laut.Menurut Odum (1994), kecepatan arus dipengaruhi oleh angin dan kedalaman.  Jika angin yang berhembus makin kuat maka arus yang terjadi pun makin besar, sedangkan pada perairan yang dangkal  arus yang terjadi cukup deras.
Hasil dari pengamatan substrat pada ekosistem muara diperoleh data bahwa substrat dasar perairan tersebut berwarna coklat hinga kehitaman.Menurut Kordi dan Tancung (2007), bagian muara sungai mempunyai tebing landai dan dangkal.Badan air yang relatif dalam, airnya keruh berwarna kecoklatan serta arusnya yang mengalir lambat.Warna perairan yang coklat ini dipengaruhi oleh adanya sampah organik dan anorganik yang melalui muara seperti plastik,dll.


d.  Ekosistem tambak
Hasil pengukuran parameter fisika pada ekosistem tambak yang kami amati diperoleh hasil bahwa kedalaman 74 cm, kecerahan 24 cm , suhu air 34 oC suhu udara 31oC, dan kecepatan arus sebesar 1/50 m/s. Pengamatan organoleptik pada ekosistem tambak yang kami amati diperoleh hasil warna hitam, teksturnya lembut agak berpasi, dan baunya agak menyengat.
Berdasarkan analisis dari kelompok kami, kecerahan pada tambak yang kami amati terbilang cukup rendahdan kenampakannya keruh. Hal ini dipengaruhi olehsubstrat yang cukup berlumpur dan berwarna hitam. Cahaya matahari yang masuk ke parairan akan mengalami penyerapan dan perubahan energy menjadi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung lebih intensif pada lapisan atas sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang lebih tinggi (Effendi, 2003).
Substrat dasar ekosistem tambak adalah lumpur, sehingga mudah terjadi kekeruhan.  (Brotowijoyo, 1995), kekeruhan ini menyebabkan proses fotosintesis pada tumbuhan air tingkat rendah (fitoplankton) berjalan kurang baik karena intensitas cahaya matahari yang masuk kurang banyak.
Kecepatan arus pada tambak relatif kecil, yaitu 0,02 m/s.  Menurut Nonjt (1993), kecepatan arus di tambak  sebagian besar dipengaruhi oleh angin laut, topografi dasar tambak, kedalaman tambak itu sendiri, karena pada saat pengamatan (siang hari) angin bertiup dari laut menuju tambak relatif kecil sehingga tidak berpengaruh pada kecepatan arus tambak.  Suhu udara saat pengamatan 31 oC dan suhu air sebesar 34oC.Suhu air lebih besar dari suhu udara, hal ini karena udara lebih cepat menerima panas matahari dan lebih cepat pula melepas panas.  Sedang sifat air lama  menerima dan melepaskan panas serta disimpan dalam bentuk panas laten, sehingga pada saat suhu udara mulai turun, air masih mempunyai energi panas.  Selain itu  suhu udara juga lebih cepat berfluktuasi, oleh karena itu suhu udara bisa berubah setiap saat sedangkan suhu air tidak.  
Sumber pemasukan air tambak yang biasa digunakan secara garis besar berasal dari air laut dan air sungai. Kondisi dan kualitas sumber pemasukan air tersebut akan sangat menentukan kondisi dan kualitas air tambak pada saat tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatan pengelolaan kualitas air tambak sebaiknya juga mencakup kegiatan pemantauan sumber pemasukan air sebagai dasar pengambilan keputusan terkait dengan perlakuan teknis yang akan diterapkan.
Air laut dan air sungai sebagai perairan umum setiap saat dapat mengalami perubahan kondisi dan kualitasnya yang disebabkan oleh faktor lingkungan sekitarnya, cuaca, iklim maupun aktifitas yang dilakukan oleh manusia pada perairan tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi pada air laut dan air sungai tersebut jika tidak dipantau secara cermat dapat menimbulkan permasalahan bagi kegiatan budidaya pada tambak terutama pada kegiatan pengelolaan kualitas air tambak. Perubahan kualitas air akan menyebabkan guncangan kualitas air tambak sekaligus guncangan terhadap organisme yang ada di dalamnya.


4.1.2.   Parameter kimia
a.  Ekosistem sungai
Hasil dari pengukuran parameter kimia yang telah dilakukandi sungai, didapatkan hasil pH 8 dan salinitasnya 22 ppt. Analisis dari kelompok kami mengenai pH bahwa sungai yang kami amati menunjukkan bahwa perairan tersebut bersifat basa, menunjukkna bahwa semakin rendah kadar karbondioksida yang bebas.
Pengukuran nilai salinitas dilakukan untuk mengetahui konsentrasi total ion yang terdapat pada perairan tersebut. Salinitas menggambarkan padatan total didalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003).
Salinitas yang diperoleh di sungai adalah 22 ppt.  Menurut Nontji (1993), hal ini menunjukkan bahwa air di sungai memiliki kandungan garam yang cukup besar, yang disebabkan karena adanya percampuran  air tawar dan air laut dimana komposisi air tawar lebih banyak.
Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5o/oo, perairan payau antara 0,5 o/oo –30 o/oo, dan perairan laut 30o/oo– 40 o/oo. Pada perairan hipersaline nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40o/oo– 80 o/oo. Pada perairan pesisir nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi,2003).
Nilai pH dari perairan ekosistem sungai adalah 8, menunjukkan bahwa perairan tersebut bersifat basa.Menurut Brotowijoyo (1995), faktor yang mempengaruhi derajat keasaman suatu lokasi antara lain adalah besarnya salinitas dan banyaknya curah hujan.
Mackeret et. al. berpendapat bawa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Alkalinitas mencapai 0 apabila nilai pH< 5. Semakin tinggi nilai pH semakin tinggi pula nilaia alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif. Sebagian besar biota akuatik sensiif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.

b.  Ekosistem pantai

      Hasil pengamatan parameter kimia untuk ekosistem pantai didapatkan data bahwa salinitas dari perairan yang kami amati sebesar 22 ppt, sedangkan untuk pengukuran pH diperoleh hasil sebesar 9.
        Hasil dari pengukuran salinitas pada ekosistem pantai sebesat 22 ppt., termasuk mendekati ideal karena menurut Nontji (1993), salinitas yang ideal untuk ekosistem pantai adalah lebih besar dari 17 ‰.  Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh adanya aliran dari laut dan darat, curah hujan, evaporasi, pasang surut sedangkan untuk perairan pantai, semuanya dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut.
        Derajat keasaman (pH) pada saat pengamatan adalah 9 artinya pH            di lokasi tersebut bersifat basa. Hal ini menunjukkan perairan tersebut kurang layak untuk kehidupan biota yang ada, karena pH yang baik untuk suatu perairan adalah 6,5 - 8,5 (Odum, 1994). 

c.  Ekosistem muara

      Hasil dari pengamatan parameter kimia pada ekosistem muara yaitu untuk nilai salinitas 25 ppt dan pH 7. Derajat keasaman (pH) di muara adalah 7, artinya pH di lokasi tersebut masih netral.  Menurut Odum (1994), hal ini masih memungkinkan adanya suatu kehidupan di daerah tersebut, walaupun kandungan O2 di daerah tersebut rendah.  Jadi biota-biota yang mampu bertahan hidup di perairan tersebut hanyalah spesies tertentu  yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut. 
Salinitas di muara sebesar 25 ‰.  Hal ini  disebabkan karena pada saat pengamatan air laut belum  pasang, sehingga air laut yang masuk ke muara relatif sedikit.  Sebagaimana dijelaskan oleh Nontji (1993), bahwa salinitas perairan dipengaruhi oleh aliran laut dan daratan, curah hujan, evaporasi, dan pasang surut.

d.  Ekosistem tambak

     Hasil dari pengamatan parameter kimia pada ekosistem tambak yaitu nilai salinitas 31 ppt, pH 10, DO 2,30 mg/l dan turbidy 299. Pengamatan kandungan O2 terlarut(DO) di tambak yang kami peroleh  adalah2,30 mg/l hal ini karena pengamatan ekosistem tambak di lakukan pada siang hari yang merupakan titik tertinggi suatu DO dan juga karena perairan tambak tersebut terdapat sedikit biota, sehingga pemanfaatan DO relatif sedikit.  Sedangkan kandungan CO2 bebas sangat kecil (Odum, 1994).
        Derajat keasaman (pH) di tambak adalah , artinya pH di lokasi tersebut bersifat basa. .  Kondisi seperti ini kurang memungkinkan adanya suatu kehidupan di daerah tersebut.Menurut Novotny dan olem (1994) sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat memepengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan beraakhir jika pH rendah. Pada pH rendah keanekaragaman plankton dan bentos akan mengalami penurunan. Atas dasar ini maka keegiatan budidaya perairan akan berhasil dengan baik dalam air dengan pH 6,5-9 dan kisaran optimal adalah pH 7,5-8,5.
        Salinitas di tambak yang kami dapatkan adalah sebesar 25ppt, hal ini disebabkan letak tambak yang relatif dekat dengan lokasi pantai. Sehingga memungkinkan air laut masuk ke perairan tambak. Menurut Nontji (1993), salinitas pada perairan tambak dipengaruhi oleh aliran laut dan daratan, curah hujan, evaporasi, dan pasang surut, ini mebuktikan bahwa perairan tambak termasuk perairan payau.


4.2.3.  Parameter biologi
            a.  Ekosistem sungai
Pembahasan parameter biologi ini kami mendapatkan 3 biota, yaitu kepiting (cancer sp), cacing (lumbricus sp), kerang (anadara sp). Kepiting yang didapat pada ekosistem sungai sebanyak 24 ekor, cacing yang didapat pada ekosistem sungai sebanyak 5 ekor dan kerang yang didapat pada ekosistem sungai sebanyak 1 ekor,.
Kami mendapatkan lebih banyak kepiting di ekosistem sungai karena kepiting mempunyai ciri-ciri karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi.Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat bpendayung saat berenang. Selain mendapatkan kepiting, kami juga mendapatkan cacing dan kerang, tetapi tidak sebanyak kepiting .
Kepiting juga bisa dikatakan atau disebut ketam penghuni perairan tawar. Hampir semua jenis kepiting , kecuali raininoida sp, perutnya terlipat dibawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata dan bagian depan dari karapaksnya tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchias), mirip dengan insang udang, namundengan struktu yang berbeda (Dixon, 2004).
Pada ekosistem sungai memiliki nilai indeks keanekaragaman 0,6102, nilai tersebut termasuk sedang.  Kami menemukan biota dari beberapa kelas seperti crustacea, mollusca dan cacingtapi tidak menemukan tumbuhan air.  Menurut Odum (1994), hal ini disebabkan karena di dalam ekosistem ini tidak ada tumbuhan yang mampu bertahan hidup karena minimnya kandungan O2 terlarut sebagai akibat tercemarnya kondisi perairan oleh limbah rumah tangga dan sampah anorganik.
Agar melengkapi kekurangan fisika, kimiawidapat dilakukan dengan membudayakan komunitas makro invertebrate, yaitu hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan berukuran relative tidak banyak bergerak, mempunyai siklus hidup yang panjang dan mempunyai keanekaragaman tinggi yang tersebar di hulu sampai di hilir sungai. Ditemukan suatu kelompok mikroinvertebrata, mencerminkan kondisi air sungai, apakah masih baik (tidak mengalami pencemaran orhanik tertentu), atau telah mengalami pencemaran organic terlarut atau telah mengganggu (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).

b. Ekosistem pantai
               Hasil dari pengamatan parameter biologi pada ekositem pantai bahwa diperoleh biota 3 jenis yaitu Lumbricus terrestris dengan jumlah 4, Pannaeus sp dengan jumlah 7 dan Anadara sp dengan jumlah 5. Ketiga jenis biota tersebut termasuk kedalam biota yang mampu bertahan hidup dalam kondisi yang ekstrim. Ekstrim disini diartikan sebagai mampu berhatan hidup dengan kurangnya kadar O2 disekitarnya.
Lumbricus terrestris  termasuk kedalam kingdong Annelida dan filum Polycaeta. Lumbricus terrestrisdapat hidup pada tanah yang lembab dengan membuat liang dalam tanah. Hewan ini biasanya hidup di tempat-tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari secara langsung. Pada keadaan normal, mereka akan keluar di permukaan tanah pada malam hari. Namun, mereka juga dapat keluar ke permukaan pada siang hari terutama pada waktu setelah hujan.
Anadara sp sering disebut sebagai kerang darah karena adanya warna merah kecoklatan dari daging Anadara.Warna ini terjaadi karena adanya haemoglobia dalam darah.Kerang darah adalah salah satu jenis kerang yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pada umumnya sebagai sumber makanan laut di wilayah Asia Tenggara dan beberapa wilayah Pasifik (Ulysses et al, 2009). Menurut Brotowidjoyo et al. (1995) Anadarasp banyak ditemukan di perairan estuari dengan substrat lumpur dan pasir dengan suhu sekitar 300C akan merangsang Anadara betina untuk bertelur.
Pantai merupakan perairan yang kaya organisme dan beragam jenis biotanya. Misalnya dari kelas Mollusca, Crustacea,, dan Polychaeta.  Hal ini tampak pada nilai indeks keanekaragaman, yaitu 1,0709. Indeks keanekaragaman ini  termasuk rendah, disebabkan karena perairan yang sudah  tercemar.  Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman berarti makin banyak jumlah spesiesnya (Odum, 1994).

c.   Ekosistem muara
                     Hasil dari pengamatan parameter biologi pada ekosistem muara memperoleh biota yang cukup banyak. Terdapat 9 jenis biota yaitu Urosalpinx sp berjumlah 3,Cancer spberjumlah 19, Anadanta sp berjumlah 2, Calliostoma berjumlah 1, Anadara granosa bejumlah 5, Littoriana sp berjumlah 1, Murex sp berjumlah 2, cacing berjumlah 1 dan Pannaeus sp berjumlah 1.
                       Keadaan perairan muara yang keruh dan agak tercemar, menyebabkan biota yang ditemukan di muara relatif banyak. Nilai indeks keanekaragaman adalah 1,5434 hal ini dikarenakan kualitas air yang buruk bagi suatu biota dan cukup memadai bagi biota-biota tertentu.  Menurut Odum  (1994), Suatu perairan telah tercemar ringan jika mempunyai indeks keanekaragaman 2-3, indeks keanekaragaman 1-2 perairan setengah tercemar, dan 0-1 perairan telah tercemar berat.
            Indeks keseragaman jenis perairan muara yang kecil (e = 0,7025) menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis tidak sama, karena ada kecenderungan komunitas muara didominasi oleh suatu jenis tertentu, yaitu biota-biota yang mampu beradaptasi dengan lingkungan muara dengan kondisi oksigen terlarut minimum.
            Daerah muara adalah daerah pertemuan antara air tawar dengan air laut.  Menurut Odum (1994), percampuran yang terjadi akan menjadikannya suatu lingkungan yang spesifik yang berbeda dengan lingkungan aslinya, yaitu sungai dan laut.  Sehingga menyebabkan pula tingkat spesifiki biota penyusunnya.  Daerah muara dalam keadaan normal adalah daerah yang kaya akan kehidupan, karena unsur-unsur hara yang berasal dari sungai dan laut terjebak di perairan ini. Arus air yang datang membawa makanan dan udara segar yang diperlukan oleh biota-biota.

d.  Ekosistem tambak
                    Terdapat 2 jenis biota yang ditemukan pada ekosistem tambak, yaitu Cancer sp 10 sebanyak dan Telebralia palustri sebanyak 32. Nilai indeks keanekaragamannya  adalah 0.614 sehingga dapat dikatakan bahwa perairan tersebut agak tercemar karena memiliki indeks keaneragaman yang relatif  kecil..  Menurut Odum  (1994), suatu perairan telah tercemar ringan jika mempunyai indeks keanekaragaman 2-3, indeks keanekaragaman 1-2 perairan setengah tercemar, dan 0-1 perairan telah tercemar berat.
Indeks keseragaman jenis perairan muara yang besar (e=5,55) menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis tidak sama. Karena menurut Odum (1994), ada kecenderungan komunitas tambak didominasi oleh suatu jenis tertentu, yaitu biota-biota yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tambak.


V.      KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.      Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat berdasarkan pengamatan ekosistem sungai, ekosistem pantai, ekosistem muara dan ekosistem tambak yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Adanya angin dapat mempengaruhi arus pada tiap ekosistem.
2.      Suhu air dan suhu udara di pantai mengalami perbedaan yang cukup signifikan karena air bersifat menyimpan panas.
3.      Ekosistem mangrove, pantai, dan sungai, muara dan tambak mempunyai keterkaitanekologis (hubungan fungsional), baik dalam nutrisi terlarut, sifat fisik air, partikelorganik, maupun migrasi satwa, dan dampak kegitan manusia. Oleh karena ituapabila salah satu ekosistem tersebut terganggu, maka ekosistem yang lain jugaikut terganggu.

5.2.      Saran
Saran yang didapat disampaikan berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Sebaiknya praktikan selalu berhati – hati dan selalu menggunakan alat keselamatan dalam melakukan pengamatan pada tiap ekosistem.
2.      Hendaknya dalam melakukan pengamatan ekosistem dilakukan secara teliti dan dengan prosedur yang benar agar tidak terjadi kesalahan data hasil yang didapat.
3.      Hendaknya selalu menjaga kebersihan setiap ekosistem yang diamati.
4.      Hendaknya tiap-tiap ekosistem yang ada harus dijaga dan dirawat untuk menjaga keseimbangan alam dan hubungan fungsional antar tiap ekosistem.








                        


Apa yang terjadi pada semua bagasi penumpang yang disimpan di pesawat yang diterbangkan ke menara kembar World Trade Center?

Apa yang terjadi pada semua bagasi penumpang yang disimpan di pesawat yang diterbangkan ke menara kembar World Trade Center? Koper dan baran...